AKU TELAH MELIHAT TUHAN

Yoh.10:3


Meninggalnya seseorang yang dikasihi, sering menimbulkan kesedihan yang mendalam. Hal ini juga dialami oleh Susan, seorang Ibu yang ditinggalkan suaminya karena meninggal dunia.  Ibu Susan begitu sedih, karena ia merasakan bahwa kemanisan hidup berkeluarga yang belum lama dinikmatinya kini hilang. Dan saat ini ia harus merawat ketiga anaknya yang masih kecil sendirian. Namun kesedihan Ibu Susan akhirnya hilang, ketika suatu hari ia bermimpi berjumpa dengan suaminya, yang menyatakan kepadanya bahwa ia kini sudah berbahagia; ia sudah bangkit dan ia memberi pesan, agar anak-anaknya buah kasih mereka dibesarkan dengan baik dan penuh cinta.

Aku Telah Melihat Tuhan

Seperti kisah Ibu Susan di atas, Maria Magdalena (Yoh.20: 11-18) juga mengalami kesedihan yang mendalam, ketika Yesus yang dikasihi-Nya wafat dan batu penutup makam-Nya kini tidak ada lagi. Maria Magdalena - seperti sudah kita ketahui - adalah wanita yang pernah kerasukan tujuh roh jahat yang disembuhkan oleh Yesus (Luk 8:2) dan sesudah itu ia mengikuti Yesus. Maria Magdalena ini janganlah disamakan dengan Maria dari Betania dan juga tidak dengan wanita berdosa yang diperkenalkan dalam Luk. 7:37-50.

Ketika tiba di makam Yesus, Maria Magdalena berjumpa dengan dua malaikat yang duduk di sebelah kepala dan yang lain di sebelah kaki di tempat mayat Yesus terbaring. Bahkan ia juga berjumpa dengan Yesus sendiri. Tetapi semua yang dialaminya tidak mampu membuat Maria Magdalena melihat bahwa Yesus telah bangkit.

Mengapa ini bisa terjadi? Karena Maria Magdalena dikuasai oleh kesedihan hatinya yang besar, sehingga ia tidak lagi mampu melihat realitas Yesus yang bangkit secara benar. Dan juga karena Maria Magdalena hanya terpaku pada makam dan bukan ke surga, tempat Yesus tinggal, dan tempat di mana para murid-Nya akan mengalami kehidupan abadi bersama Tuhan.

Realitas Yesus yang bangkit, baru ditangkap Maria, ketika Yesus menyapa dia, Maria! Dan Maria berpaling kepada Yesus dan mengatakan, Rabuni! Artinya Guru.

Mengapa sapaan Yesus kepada Maria dapat menyebabkan ia melihat dan mengenal Yesus yang bangkit? Karena Maria seperti domba yang baik mengenal suara gembalanya. Seperti Yesus sebagai seorang gembala yang baik mengenal domba-domba-Nya (Bdk. Yoh. 10:3). 

Pengenalan Yesus akan Maria sebagai domba-Nya dengan menyebut namanya ini mengingatkan kita akan Firman Tuhan dalam Yes 43:1, “Tetapi sekarang, beginilah Firman Tuhan yang menciptakan engkau, hai Yakub, yang membentuk engkau, hai Israel, janganlah takut, sebab Aku telah menebus engkau, Aku telah memanggil engkau dengan namamu, engkau ini kepunyaan-Ku”. Yesus telah memanggil dan menyebut nama Maria Magdalena, karena ia adalah kepunyaan-Nya.

Menjadi Saksi Kebangkitan

Seperti Maria Magdalena kita pun dalam kenyataan harian sering tidak sanggup melihat kehadiran Tuhan, ketika kita dikuasai oleh kesedihan. Kesedihan karena kita ditinggalkan selamanya oleh orang yang kita kasihi; kesedihan karena kita merasa Tuhan tidak mendengarkan doa-doa kita; kesedihan karena kita sering kali mengalami kegagalan-kegagalan dalam hidup; kesedihan karena melihat banyak ketidakadilan terjadi dalam masyarakat kita dan sebagainya.

Kenyataan menyedihakan yang yang menyedihkan ini biasanya sering kita sikapi secara subyektif dan tidak kita lihat dengan perspektif iman. Akibatnya sikap yang muncul atas peristiwa kesedihan itu bisa berupa sikap pesimistis dalam hidup ataupun sikap marah terhadap hal yang menyedihakan itu. Dan sering yang menjadi kambing hitam dari kemarahan kita adalah Tuhan. Tuhan kita anggap kejam; Tuhan kita anggap tidak adil; Tuhan kita anggap tidak peduli dengan kehidupan kita. 

Kalau sikap kita ini terus kita pertahankan, maka lambat laun kita akan kehilangan iman, harapan dan kasih. Dan dalam perjalanan iman, kita ternyata hanya sampai di padang gurun, dan bukannya tanah terjanji. Kita hanya sampai pada masa prapaskah, tetapi tanpa pernah mengalami paskah yang mulia. 

Kenyataan kesedihan dalam hidup kita ini dapat kita ubah, kalau kita sungguh-sungguh dapat “mengenal Yesus dengan benar”, seperti Maria Magdalena dapat mengenal Yesus yang bangkit, ketika Dia menyapanya. Agar kita dapat mengenal Yesus secara benar, maka kita harus memupuk hidup kerohanian kita itu dengan: berdoa, membaca Firman Tuhan dan semakin peka mendengarkan suara hati kita.

Setelah kita mengenal Yesus yang bangkit secara benar, maka pada gilirannya, kita diutus menjadi saksi-saksi Yesus seperti Maria Magdalena dan Petrus. Maria Magdalena yang telah berjumpa dengan Yesus yang bangkit mewartakan dengan penuh suka cita kepada para murid yang lain, “Aku telah melihat Tuhan” (Yoh.20:18). Dan Petrus yang telah mengalami pencurahan Roh dari Yesus yang bangkit pada hari Pentakosta – seperti kita dengar dalam Kisah Rasul Kis 2:36-41 – dengan penuh semangat dan berkobar-kobar mewartakan kepada banyak orang Yahudi di Yerusalem, bahwa Yesus yang mereka salibkan itu telah dijadikan Allah sebagai Tuhan dan Kristus.

Menjadi manusia-manusia kebangkitan menurut Petrus adalah sederhana. Pertama, bertobat dan kedua, kita diundang menghidupi nilai-nilai pembaptisan yang telah kita terima. “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus untuk pengampunan dosamu.” (Kis. 2:38).

Bertobat berarti mengubah mentalitas, cara berpikir, cara merasa dan cara bertindak yang selama ini berorintasi pada diri sendiri sebagai pusat, menuju kepada Tuhan sebagai pusat kehidupan kita, sehingga kita semakin dapat sehati dan seperasaan dengan Tuhan Yesus. Namun untuk melakukan pertobatan ini ternyata tidak mudah, karena ini menyangkut kecenderungan-kecenderungan dasar yang ada di dalam diri kita yang sulit untuk berubah dan dalam arti tertentu dosa juga menimbulkan keenakan atau kenikmatan. Lalu kalau demikian bagaimana kita harus bertobat? Pertama, kita harus sadar bahwa perbuatan dosa yang kita lakukan itu sebenarnya merugikan kita dan kemudian yang kedua, membiarkan hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus.

Menghidupi semangat pembaptisaan berarti kita harus berani menyangkal setan dan perbuatannya dan hidup berdasarkan iman. Kalau sebagai seorang Kristen kita diundang menyangkal setan, maka setan jangan dimengerti sebagai hal-hal yang menakutkan seperti dalam peristiwa kerasukan, tetapi setan harus dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat membuat seseorang jauh dari Tuhan dan melawan kerajaan-Nya. Setan ini bisa merasuk dalam diri seseorang atau pun dalam struktur masyarakat kita.

Kalau kita diundang untuk menyangkal setan, maka ini sebenarnya adalah salah satu tugas perutusan para murid Yesus. Tugas perutusan yang lain adalah ada bersama Yesus, mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang sakit.

Berhadapan dengan setan ini kita mesti bersikap hati-hati, sebab permainan setan sering kali tidak bersifat frontal, menyerang, tetapi lebih berupa godaan-godaan. Maka tidak mengherankan bahwa St. Petrus kemudian mengingatkan kita, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. (I Ptr. 5:8) dan ketika Iblis gagal mencobai Yesus, pada akhir perikop Injil Lukas dikatakan, “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik (Luk.4:13). Karenanya untuk melawan kekuatan setan kita harus diperlengkapi dengan senjata-senjata rohani (Ef.6:10-20). Untuk selanjutnya, kalau kita mau mengidupi semangat pembaptisan, maka kita perlu hidup dalam ketiga dimensi iman, yakni iman yang diakui yang termuat dalam credo (Aku Percaya) yang mesti dipahami dengan baik; iman yang dirayakan yang diungkapkan dalam doa pribadi dan liturgi bersama umat beriman; dan iman yang dihayati dalam keseharian (moralitas) sebab orang benar hidup oleh iman (Hab 2:4; Gal 3:11; Ibr 10:38).

Semoga Paskah membangkitkan semangat hidup kita untuk bersaksi, karena kita semua telah mengalami kekuatan Paskah Yesus, “Aku telah melihat Tuhan” dalam kehidupan kita sehari-hari. Amin. (F. Cahyo W.). 
Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment