ST. PADRE PIO

TELADAN DOA, CINTA KASIH DAN KERAHIMAN ALLAH


“Banyak orang telah berpaling ke seorang Fransiskan Kapusin Italia untuk menjadi perantara mereka di hadapan Allah; di antara mereka adalah seorang yang di masa depan akan menjadi Paus Yohanes Paulus II. Pada tahun 1962, ketika ia masih seorang uskup agung di Polandia, ia menulis kepada Padre Pio dan memintanya berdoa untuk seorang wanita Polandia yang terkena penyakit kanker tenggorokan. Dalam waktu dua minggu, ia telah sembuh dari penyakit yang mengancam hidupnya.”

Padre Pio adalah seorang biarawan, imam, stigmatis dan mistikus dari Ordo Saudara Dina Kapusin (OFM Cap) dalam Gereja Katolik Roma. Padre Pio menjadi terkenal karena ia mendapatkan stigmata dalam sebagian besar hidupnya. Kondisi ini menimbulkan banyak minat dan kontroversi di sekelilingnya. Karena kesucian hidupnya, beberapa tahun setelah kematiannya ia dinyatakan sebagai seorang santo dalam Gereja Katolik Roma.

Bagi banyak orang yang belum mengenalnya, mungkin mereka pikir Padre Pio itu seperti para biarawan lainnya di Biara Kapusin, San Giovani Rotondo, Italia. Namun, jika orang-orang sudah mengenal dia, maka pastilah orang itu akan menyebut Padre Pio sebagai tokoh paling terkenal pada abad ke-20, khususnya di tempat tinggalnya sendiri, Italia. Orang yang mengalami stigmata ini tetap rendah hati dan tidak menjadi sombong. Meskipun berbagai macam rintangan menghadang, Ia tetap sabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Bapa Yang Mahakuasa.

Masa Kecil

Padre Pio (nama kecilnya Francesco Forgione) dilahirkan 25 Mei 1887 di sebuah kota kecil bernama Pietrelcina, Italia selatan, di wilayah Keuskupan Agung Benevento. Ia adalah anak ke-5 dari 8 bersaudara dari keluarga petani, pasangan Grazio Forgione dan Maria Giuseppa De Nunzio atau yang biasa disebut Mama Peppa. Bagi Mama Peppa sendiri, Fransesco (panggilan Padre Pio saat kecil), memang berbeda dari anak lain. Jauh lebih religius. Bahkan, saat Fransesco berusia 9 tahun, ia mencambuk dirinya sendiri agar ia serupa dengan Yesus Kristus yang menderita. Fransesco pun kerap ditampaki berbagai macam wujud, seperti Tuhan Yesus, Bunda Maria, bahkan setan. Hal itu terjadi sejak ia berusia 5 tahun.

Pada tahun 1903, saat ia berusia 16 tahun, ia berpisah dari keluarganya untuk masuk ke Biara Kapusin, biara yang terkenal karena anggota biaranya kebanyakan berjenggot. Setelah menjadi seorang novis, ia mempunya nama biara yaitu Pio. Aturan-aturan ketat yang dijalani para novis membuat Padre Pio muda sering sakit-sakitan. Karena dalam bahaya meninggal, ia akhirnya ditahbiskan menjadi Imam dengan umur lebih muda daripada para novis yang lain.

Stigmatis Pertama

Stigmata pertamanya sebenarnya Padre Pio terima di Pietrelcina, sore hari, 7 September 1911. Karena takut, ia lalu bertemu dengan Monsigneur Salvatore Panullo, Pastor Paroki Pieltrecina untuk menolongnya dengan berdoa. Ajaibnya, luka-luka stigmata itu hilang. Stigmata sesungguhnya terjadi 20 September 1918. Ketika itu, Padre Pio sedang sendirian di sebuah kapel tua. Tiba-tiba, ia ditampaki sosok seperti malaikat dan memberinya sebuah stigmata. Luka-luka itu ada di tangan kiri kanannya, kakinya, juga pada lambungnya. Luka-luka itu membuka dan mengeluarkan banyak darah. Sebenarnya, kejadian ini amat dirahasiakan Padre Pio. Namun suatu saat rahasianya diketahui orang, sebab  ketika ia bergegas ke kamar untuk mengentikan pendarahan tersebut, darah tercecer di lantai yang dilewatinya. Oleh karena itu, Kepala Biara memanggil dokter untuk mengobatinya. Dokter itu bersaksi, “Sungguh, ini bukan luka yang dibuat-buat. Di lambungnya pun, juga terdapat luka.”


Inilah salah satu suratnya kepada Padre Benedetto, pembimbing rohaninya, tertanggal 22 Oktober 1918.

“… Apakah yang dapat kukatakan kepadamu mengenai penyalibanku? Ya Tuhan! Betapa aku merasa bingung dan malu apabila aku berusaha menunjukkan kepada orang lain apa yang telah Engkau lakukan kepadaku, makhluk-Mu yang hina dina! Kala itu pagi hari tanggal 20 [September] dan aku sedang berada di tempat paduan suara setelah perayaan Misa Kudus, ketika suatu istirahat, bagaikan suatu tidur yang manis menghampiriku. Segenap indera, lahir maupun batin, pula indera jiwa ada dalam ketenangan yang tak terlukiskan. Ada suatu keheningan mendalam di sekelilingku dan di dalamku; suatu perasaan damai menguasaiku dan lalu, semuanya terjadi dalam sekejab bahwa aku merasa bebas sepenuhnya dari segala keterikatan. Ketika semuanya ini terjadi, aku melihat di hadapanku, suatu penampakan yang misterius, serupa dengan yang aku lihat pada 5 Agustus, yang berbeda hanyalah kedua tangan, kaki dan lambung-Nya mencucurkan darah. Penglihatan akan Dia mengejutkanku: apa yang kurasakan pada saat itu sungguh tak terkatakan. Aku pikir, aku akan mati; dan pastilah aku mati jika Tuhan tidak campur tangan dan memperkuat hatiku, yang nyaris meloncat dari dadaku! Penglihatan berakhir dan aku tersadar bahwa kedua tangan, kaki dan lambungku ditembusi dan mencucurkan darah. Dapat kau bayangkan siksaan yang aku alami sejak saat itu dan yang nyaris aku alami setiap hari. Luka di lambung tak henti-hentinya mencucurkan darah, teristimewa dari Kamis sore hingga Sabtu. Ya Tuhan, aku mati karena sakit, sengsara dan kebingungan yang aku rasakan dalam kedalaman lubuk jiwaku. Aku takut aku akan mencucurkan darah hingga mati! Aku berharap Tuhan mendengarkan keluh-kesahku dan menarik karunia ini dariku….”

Padre Pio adalah imam pertama yang menerima stigmata Kristus. Para superiornya berusaha merahasiakan kejadian itu, kendati demikian, berita segera menyebar dan ribuan orang berduyun-duyun datang ke biara yang terpencil itu, baik mereka yang saleh maupun mereka yang sekedar ingin tahu. Sesungguhnya, setiap pagi, sejak pukul empat dini hari, selalu ada ratusan orang dan kadang-kadang bahkan ribuan orang menantinya.

Padre Pio tidur tak lebih dari dua jam setiap harinya dan tak pernah mengambil cuti barang sehari pun selama limapuluh tahun imamatnya! Ia biasa bangun pagi-pagi buta guna mempersiapkan diri mempersembahkan Misa Kudus. Setelah Misa, Padre Pio biasa melewatkan sebagian besar harinya dalam doa dan melayani Sakramen Pengakuan Dosa. Hidupnya penuh dengan berbagai karunia mistik, termasuk kemampuan membaca batin para peniten, bilokasi, levitasi dan jamahan yang menyembuhkan. Darah yang mengucur dari stigmatanya mengeluarkan bau harum mewangi atau harum bunga-bungaan.

Penderitaan, Kematian dan Kekudusan

Selain oleh fisik, ia juga menderita oleh perbuatan manusia sendiri. Ini terjadi mulai tahun 1923-1931. Hal ini dimulai dari penyerangan Pater Agustinus Gemmeli, seorang ahli Fransiskan sekaligus Pendiri Universitas Katolik “The Sacred Heart” karena Padre Pio menolak datang untuk pemeriksaan psikologis. Gemmeli yang menduga bahwa Padre Pio seorang neoropath menulis surat pada para pejabat Vatikan : “Stigmata kemungkinan disebabkan histeria, akibat dari kehidupan spiritual yang rendah. Beberapa pastor di San Giovanni Rotondo yang antipati kepada para Fransiskan, berhasil meyakinkan Uskup Manfredonia untuk mengeluarkan pernyataan bahwa Padre Pio dikuasai Iblis dan saudara sekomunitasnya tertipu.

Menanggapi hal ini, 31 Mei 1923, Vatikan mengumumkan bahwa kejadian-kejadian yang berhubungan dengan Padre Pio tidak berasal dari kekuatan spiritual. Vatikan pun memerintahkan untuk menghentikan segala macam bentuk komunikasi yang dilakukan kepada Padre Pio. Mei dan Juni 1923, Vatikan mengeluarkan perintah yang sangat keras. Padre Pio dilarang merayakan misa, memberikan khotbah, bahkan memberikan pengakuan dosa. Namun Padre Pio pada tahun 1931 atas perintah Vatikan akhirnya diperbolehkan lagi merayakan Ekaristi dan tahun 1964, ia diberikan kebebasan untuk melakukan tugasnya kembali.


Salah satu penderitaan Padre Pio adalah bahwa orang yang tidak bertanggung jawab beberapa kali mengedarkan ramalan-ramalan yang mereka katakan berasal dari dia. Dia tidak pernah membuat ramalan-ramalan tentang peristiwa dunia dan tidak pernah memberikan pendapat tentang hal-hal yang ia rasa adalah milik otoritas Gereja untuk memutuskan. Ia meninggal pada 23 September 1968 dan dibeatifikasi pada 2 Mei 1999.

Dalam salah satu upacara terbesar dalam sejarah, Paus Yohanes Paulus II menyatakan Padre Pio dari Pietrelcina sebagai orang kudus pada 16 Juni 2002. Ini adalah upacara kanonisasi ke-45 pada masa kepausan Paus Yohanes Paulus. Lebih dari 300.000 orang menerjang panas terik matahari ketika mereka memenuhi lapangan St. Petrus dan jalan-jalan di dekatnya. Mereka mendengar Bapa Suci memuji santo baru karena doa dan cinta kasihnya. “Ini adalah sintesis yang paling konkret dari pengajaran Padre Pio,” kata Paus. Dia juga menekankan kesaksian Padre Pio sebagai kekuatan penderitaan. Jika diterima dengan cinta, Bapa Suci menekankan, penderitaan dapat menghantar kepada “sebuah jalan kecil istimewa menuju kepada kesucian.”

Padre Pio telah menjadi salah satu orang kudus yang paling populer di dunia. Ada lebih dari 3.000 “Kelompok Doa Padre Pio” di seluruh dunia, dengan tiga juta anggota. Ada paroki di Vineland dan Lavallette, New Jersey, dan Sydney, Australia, dan tempat-tempat suci di Buena, New Jersey, dan Santo Tomas, Batangas, Filipina, yang didedikasikan untuk Padre Pio. Sebuah survei 2006 oleh majalah Famiglia Cristiana menemukan bahwa lebih banyak umat Katolik Italia berdoa melalui perantaraan Padre Pio daripada figur orang kudus lainnya. (Doa ini, lebih tepat dipahami sebagai sebuah permohonan yang orang kudus panjatkan kepada Allah, dan jangan dikacaukan dengan penyembahan, yang Gereja Katolik ajarkan hanya kepada Allah.)

Dalam rangka Tahun Yubileum Kerahiman Allah 2015-2016, relikwi St. Padre Pio dan St. Leopold Mandic pada 3 – 11 Februari 2016 dibawa ke Vatikan untuk suatu penghormatan. Santo Pio dan Santo Leopold Mandic telah ditunjuk sebagai Bapa Pengakuan yang kudus untuk menginspirasi umat untuk berdamai kembali dengan Gereja dan dengan Allah, dengan pengakuan dosa-dosa mereka. St. Padre Pio dan St. Leopold Mandic adalah dua orang kudus besar yang dikenal oleh semua orang sebagai contoh  dan teladan belas kasih Allah.

Mujizat

Banyak mujizat terjadi atas nama Padre Pio dan salah satu dari daftar kesaksian adalah sebagai berikut.

Nyonya Cleonice, yang adalah anak rohani Padre Pio, mengatakan, “Dalam masa Perang Dunia Kedua, keponakanku menjadi tawanan. Kami tidak mendengar kabar berita mengenainya selama setahun dan semua orang yakin bahwa ia telah tewas. Orangtuanya sangat khawatir mengenai putera mereka. Suatu hari, ibunya menemui Padre Pio dan berlutut di hadapan sang biarawan yang sedang duduk dalam kamar pengakuan, “Saya mohon Padre, katakanlah apakah putera saya masih hidup atau tidak. Saya tak akan pergi sebelum Padre menjawab saya!” Padre Pio menaruh simpati padanya; tampak butir-butir airmata menetes di wajahnya saat ia mengatakan, “Berdirilah dan pergilah dalam damai.” Beberapa hari kemudian, tak tahan lagi melihat dukacita kedua orangtua tersebut, maka aku memutuskan untuk meminta Padre Pio melakukan suatu mukjizat. Dengan kepercayaan penuh, aku mengatakan, “Padre, saya hendak menulis sepucuk surat kepada keponakan saya Giovannino. Saya hanya akan menuliskan namanya saja pada sampul surat, sebab kami tidak tahu di mana ia berada. Padre dan malaikat pelindungmu akan membawa surat ini kepadanya di mana pun ia berada.” Padre Pio tidak menjawab, maka aku menulis surat. Sore hari, sebelum tidur, aku meletakkan surat itu di atas meja yang terletak di samping tempat tidur. Keesokan harinya, dengan terkejut, heran bercampur takut, aku mendapati bahwa surat itu tidak lagi ada di sana. Aku pergi untuk menyampaikan terima kasih kepada Padre Pio dan ia mengatakan, “Berterimakasihlah kepada Santa Perawan.” Hampir limabelas hari kemudian, keponakan kami mengirimkan balasan surat. Maka, bergembiralah semua orang dalam keluarga kami dan kami mengucap syukur terima kasih, baik kepada Tuhan maupun kepada Padre Pio. (F. Cahyo W.)

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Padre_Pio
https://en.wikipedia.org/wiki/Pio_of_Pietrelcina#Death
http://www.americancatholic.org/features/saints/saint.aspx?id=1147
http://www.im.va/content/gdm/en/news/evidenza/2016-01-06-pcpne.html
Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment