DIPANGGIL TUHAN KE YERUSALEM

(Sebuah Kisah Panggilan)

Panggilan ini terjadi sekitar tahun 2002 di dalam dunia mimpi. Aku menyebutnya bunga tidur atau pengalaman ketika terlelap dalam tidur.

Malam itu, saya melihat diri saya berada di sebuah dermaga tempat di mana kapal-kapal berlabuh sebelum berangkat mengarungi lautan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Berada di dermaga yang tidak saya kenal tidak membuat saya merasa asing. Di dermaga itu saya berdiri memandangi keindahan lautan dan kapal-kapal besar yang sedang berlabu.  Tak lama kemudian mata saya tertuju pada sebuah kapal feri yang hendak berangkat dan kulihat di atasnya ada gumpalan awan.  Gumpalan awan itu mengajak saya untuk terbang, ajakan itu saya tanggapi dengan mempersiapkan diri untuk terbang. Mula-mula saya meringankan tubuh saya lalu mengibaskan kedua tangan saya seperti burung yang akan terbang.

Kini saya terbang, mengikuti Sang awan di atas kapal feri yang sedang melaju di atas lautan.   Ketika berada di atas lautan saya melihat laut tampak tenang dan saya pun merasakan sejuknya hembusan angin malam.  Tanpa terasa akhirnya kapal sampai di pelabuhan. Bersama sang awan saya mengikuti sebuah truk yang sedang berjalan melewati jalan raya yang sepi.  Saya lihat truk itu berhenti di depan sebuah gerbang hitam. Saya buka gerbang itu, di dalamnya saya lihat ada sebuah gedung yang besar dengan halaman yang sangat luas.  Saya berjalan menuju gedung itu. Karena pintunya tidak ditutup, saya masuk dan saya sadar kalau saya berada di sebuah Gereja yang besar.  Kemudian saya berlutut di bangku umat bagian depan dan berdoa. Suasana tempat itu hening dan tenang. Salib di depan memancarkan sinar yang menghantar saya untuk berdoa dengan khusyuk.

Setelah selesai berdoa, saya pun keluar, di luar saya melihat matahari sudah terbit.  Di luar gereja itu saya lihat ada anak-anak sekolah Minggu berkulit putih kemerah-merahan, berambut pirang dan berkulit hitam pekat seperti orang Afrika.  Saya meninggalkan tempat itu dan mata saya ke atas dan melihat ternyata sang awan telah menungguku. Tanpa kata saya pun terbang lagi mengikutinya.  Sang awan membawaku ke dermaga, saya mendapati dermaga itu sangat ramai. Lalu Sang awan mengantar saya kembali ke depan Gereja yang sudah pernah saya masuki sebelumnya.  Setelah saya sampai di depan pintu gereja  saya melihat di dalam sedang berlangsung Perayaan Ekaristi. Lalu saya masuk dan duduk di bangku belakang di antara dua anak remaja laki-laki yang memandangi saya, kepada mereka saya berkata: ”Saya berada di mana? ”Lalu salah satu dari mereka menjawab: ”Di Gereja St. Petrus” dan yang satu lagi bertanya: ”Kamu dari mana?” saya menjawab: ”Saya datang dari Medan, Paroki Medan Timur”.  Kemudian saya berlutut dan berdoa, sementara umat lain sedang berbaris untuk menyambut komuni.  Selesai berdoa saya membuka mata dan saya lihat di hadapan saya telah berdiri seorang Imam dengan sebuah Sibori di tangannya yang hendak menerimakanku komuni.  Kuulurkan tanganku dan kuterima ¼ potong hosti dari potongan satu hosti kecil.  Lalu saya makan dan saya tutup kembali mata saya untuk berdoa.

Beberapa saat kemudian setelah selesai berdoa, hal yang sama terjadi lagi. Di hadapan saya telah berdiri seorang uskup dengan sebuah sibori di tangannya lalu memberi saya hosti sebanyak tiga buah.  Kuterima hosti itu dan saya makan satu, sementara sisanya tetap kupegang di tanganku.  Setelah saya selesai berdoa saya membuka mata...eh...saya melihat keadaan gereja sudah sepi, umat telah berpulangan.  Saya pun duduk dan saya melihat ada seorang uskup duduk di samping saya.  Uskup itu berkata kepada saya: “Dari mana kamu datang?” saya menjawab: “Saya datang dari Medan”.  Lalu uskup itu berkata lagi: “Jauh sekali kamu datang ke sini, saat ini kamu berada di Yerusalem, kalau boleh saya tahu untuk apa kamu datang kemari?”.  Lalu saya menjawabnya sambil memandang salib yang ada di depan saya: “Saya datang untuk mencari Dia yang memanggil saya.” Lalu Uskup itu berkata kepada saya: ”Kamu telah menemukan-Nya”.  Setelah uskup itu berkata demikian uskup itu pun menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Kemudian saya keluar dari gereja itu dengan dua hosti di tangan saya. Saya melihat diri saya berjalan dan berhenti di suatu tempat dengan situasi malam hari.  Saya tidak tahu persis apa nama tempat itu tetapi di sana saya lihat ada banyak orang mengalami kesulitan mencari nafkah, ada perjudian, ada pertengkaran dan tempat itu kelihatannya tidak menarik, sangat memprihatinkan. Entah mengapa setelah melihat peristiwa itu saya merasa haus, lemah dan tak berdaya lagi untuk melanjutkan perjalanan.  Saat itu saya melihat tangan saya memasukkan dua hosti ke dalam mulut saya dan terbang meninggalkan tempat itu tanpa Sang awan. Dari atas saya lihat dermaga tempat saya berada sebelumnya,  melihat itu saya pun turun ke Dermaga itu, tempat itu kelihatannya sepi dan di sana saya bertemu kembali dengan Sang awan putih.  Kami pun terbang lagi dan ia menuntun perjalanan saya selanjutnya sampai fajar membangunkan saya dari bunga tidur itu.

Ini adalah perjalanan panjang yang sangat mengesankan. Salah satu Perjalanan yang menghantar saya untuk menjawab panggilan Tuhan. Tuhan menanamkan kerinduan di hati saya.  Kerinduan yang mendatangkan sebuah kenekatan untuk meninggalkan keluarga, kekasih, teman dan segala sesuatu yang ditawarkan oleh dunia yang indah dan yang nikmat .  Kerinduan itu tidak meluputkan saya dari berbagai macam tantangan yang harus daya hadapi. Sungguh memang benar bahwa kerinduan itu adalah anugerah yang ditanamkan oleh Tuhan bagi setiap manusia untuk terus mencari-Nya. Kerinduan ini pula yang mendorong saya untuk masuk dalam Biara Slot di Singkawang.

Kerinduan ini juga menumbuhkan kesadaran untuk mau selalu mencari dan melaksanakan kehendak-Nya dengan sepenuh hati dalam keterbatasan yang saya miliki. Walau saya sering jatuh, tersandung dan terluka saya mau bangun lagi karena saya tahu Dia itu penuh kebaikan dan murah hati.  Kebaikan dan kemurahan hati-Nya ini yang mendorong jiwa saya untuk mau datang pada-Nya dan memangku  orang-orang berdosa, anak-anak terlantar, orang-orang miskin dan korban ketidakadilan. Seperti yang diperlihatkan dalam bunga tidur tadi.  Dan aku berharap kerinduan ini kelak akan menghantarkan saya kepada kebahagiaan sejati yakni Yerusalem Surgawi. (Sr. Maria Agnes OSCCap).
 
Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment