PROVIDENTIA DEI

Minggu, 21 sepember 2014 yang lalu kami mendapat kunjungan dari para Saudari Klaris-Kapusines yang ditemani oleh Pater Daniel Erwin Manullang OFMCap yang berasal dari Medan. Para Saudari ini berasal dari Biara Klaris yang ada di Sarikan, Singkawang, Bejabang – Lanjak ( Kalimantan Barat ), Gunung Sitoli – Sibolga,  Nias, Sikeben - Medan ( Sumatera Utara ), Kefasasi ( kupang ), dan Sasi – Kefamenanu serta Sekincau ( Lampung ). Perlu diketahui, Klaris adalah sebutan untuk para perempuan yang ingin hidup sesuai dengan cita – cita St. Fransiskus dari Assisi dengan teladan St. Klara, puteri bangsawan Chiara di Favarone di Offreducio.

Konon, pada suatu malam tahun 1212, St. Klara diam – diam meninggalkan puri orangtuanya untuk hidup sesuai dengan cara hidup St. Fransiskus. Dalam biara San Damiano St. Klara dalam semangat St. Fransiskus mendirikan dan memimpin ordo kedua Fransiskan, yang biasa disebut Ordo Klaris. Aturan hidup suster – suster ordo ini disusun oleh St. Klara sendiri. Bahwa suster – suster hidup dengan sangat miskin merupakan hal yang sangat baru pada zaman itu. Oleh karena itu, aturan hidup itu terpaksa harus dibela mati – matian hingga baru disahkan Paus dua hari sebelum Klara meninggal, 9 Agustus 1253. Dua tahun kemudian Klara dinyatakan sebagai orang kudus.


Sesuai dengan ciri – ciri Ordo Klaris yang adalah : kemiskinan, baik perorangan maupun biara, yang sangat keras, supaya para suster mempercayakan diri sepenuhnya hanya pada Penyelenggaraan Illahi saja. Para Klaris hidup dengan semangat persaudaraan serta  kontemplatif dalam kesunyian klausura yang ketat, para Saudari kami ini tinggal bersama dalam biara mereka masing – masing di bawah pimpinan seorang abdis. Para Klaris juga terkenal dengan nama lain, yaitu SLOT yang berarti terkunci, karena hidup mati mereka diabdikan hanya pada Allah lewat hidup doa dalam biara, tanpa boleh berada di luar biara kecuali atas izin yang benar – benar khusus ( mendapat previllese istimewa ).

Ada hal yang menarik saat kami, novis Kapusin St. Padre Pio – gunung poteng ini berjumpa dengan para saudari Klaris – Kapusines ini. Meski hanya berjumpa sebentar saja, tapi kami melihat banyak hal dalam diri mereka. Kami seperti telah belajar banyak hal dalam waktu yang lama. Sama seperti judul tulisan ini, providentia Dei yang artinya – kurang lebih – adalah penyelenggaraan Illahi, para Klaris ini bagaikan suatu keajaiban yang telah dijadikan oleh Sang Illahi sendiri untuk menunjukkan kuasa keillahian – Nya.

Di zaman yang modern ini, hiruk – pikuk dunia dan era globalisasi dan teknologi yang sangat membelenggu setiap segi kehidupan ternyata masih ada manusia, yang berkat kasih dan rahmat dari Sang Illahi, yang mau membaktikan dirinya untuk hidup dalam kekudusan dan dalam doa guna kebaikan dunia serta seluruh ciptaan. Cara hidup yang – mungkin –  menurut banyak orang sulit atau bahkan mustahil untuk dilaksanakan, ternyata dihadirkan Allah lewat karya penyelenggaraan Illahi – Nya, dalam biara para Klaris ini (bdk. Mrk 10 : 27; Luk 18 : 27). Suatu yang luar biasa kehidupan ini khususnya dalam Gereja dan karena dalam perkembangannya para Klaris ini selalu saja memiliki calon generasi penerus yang terus menumbuhkan pohon Saudari Fransiskan ini. Para Klaris percaya bahwa TUHAN yang rahim akan selalu menyertai mereka yang berserah dan berharap pada penyelenggaraan Illahi – Nya, seperti sabda Yesus sendiri: “jangan takut, percaya saja!”(Mrk 5 : 36), para Klaris ini mempercayakan segala sesuatunya pada Sang Illahi.


Hidup dalam tembok biara yang ketat di mana kegiatan mereka diabdikan pada hidup doa yang mendalam tak berarti mereka lepas dari kerja tangan, para Klaris tetap hidup dalam doa dan kerja  (ora et labora) seperti Sabda Tuhan Yesus sendiri, ”yang satu harus dilakukan tetapi yang lain jangan diabaikan”(Luk. 11: 42b). Kadang kami pun merasa tidak mengerti bagaimana mereka dapat melakukan hal itu, hidup dalam keheningan, doa dan kerja yang seimbang dalam persaudaraan yang ‘terkurung’ dalam satu ‘bangunan’ , bagaimana mereka dapat bertahan? Mengapa masih ada yang mau hidup seperti itu? Kami tak dapat menjawabnya dengan tepat. Ya, sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami oleh akal budi manusia tetapi tak mustahil bagi Allah (bdk. Mrk. 9 : 22 – 27), sebab Yesus sendiri bersabda, “jangan takut, percaya saja” (Mrk. 5 : 36).

Sebuah pertanyaan yang umum ditanyakan adalah “apa yang dilakukan para Saudari St. Klara ini setiap hari dalam biara yang tertutup itu? Dari mana mereka dapat memperoleh biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sedangkan untuk berjalan keluar saja mereka tidak diizinkan?”
Ya, inilah bagian dari penyelenggaraan Ilahi itu, lewat karya tangan mereka ( membuat lilin, pakaian liturgi, hosti dan  berbagai kerajinan tangan) serta perpanjangan tangan Tuhan melalui para donatur dan sumbangan orang – orang yang memohon doa dari mereka, mereka mendapatkan pemasukan untuk membiayai keperluan harian mereka.

Hal ini membuat kami ingat kembali dengan apa yang tertulis pada Injil Luk.1 : 45, ”Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.” (bdk. Luk. 12 : 22 – 33).

Bapa yang Ilahi adalah Bapa yang pengasih dan penyayang, yang tahu apa yang kita butuhkan, yang selalu memberi yang terbaik bagi kita yang sering kali tak setia kepada Dia yang adalah setia. Di sinilah kita sekarang, melihat pengalaman para Klaris yang memberi sebuah pengajaran betapa indahnya mempercayakan dan menyerahkan diri pada penyelenggaraan Ilahi yang menuntut kita kemudian dapat menjadi sumber berkat dan kasih bagi semua ciptaan sebagaimana Kristus dan St. Fransiskus Assisi telah teladankan bagi kita.

(Penggalan 1 Kor. 13) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerencing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.

Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Semoga Kasih dari Sang Penyelenggara Ilahi selalu memenuhi kita . Salam kasih dan selamat mengasihi! (Fr.Immanuel OFMCap)
Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment