N E K ’ W A N

Cerpen:

Di suatu sore yang hampir temaram dan memesona, aku sendirian berjalan menelusuri jalan Pemangkat Dalam. Jalanan mendaki. Jalan itu, jalan menuju susteran kecil di kaki sebuah bukit. Pepohonan cemara, kelapa, dan bunga-bunga kertas yang cukup tinggi bertebaran di sebelah kanan dan kiri. Keindahan bentuk alam semakin semarak ketika burung punai beterbangan memenuhi langit. Setiap orang yang menyusuri pendakian itu pasti terpesona oleh indahnya pemandangan alam di sekitar itu.

Sekitar seratus meter dari pintu gerbang jalanan itu, hatiku langsung terperanjat ketika kedua bola mataku mengarah pada salah satu tempat sampah tua yang sudah rusak. Keterperanjatanku bukan karena tempat sampah itu, tapi di samping tempat sampah itu tampak seorang Nek’wan (artinya kakek) yang terkulai lemas. Kulihat hitam legam berkilau bak bermandi oli. Bau tubuhnya menyengat hebat. Ia mengerang kesakitan dan minta tolong di dekat tempat sampah jalanan itu.

Dalam rasa kasihan, terkejut dan takut, tiba-tiba otak saya, entah bagian mana, mengajukan pertanyaan yang menggugat sekaligus mengelak.

“Hei... Bro, buat apa sih kamu kasihan dan menolong Nek’wan kumal itu segala?”

Saya bingung, benar-benar linglung. Tadinya saya berpikir untuk tidak menolong Nek’wan itu. Karena bagaimanapun ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak menguntungkan, namun hati nurani ini berkata lain.

Namun, akhirnya, saya tidak bisa mengelak untuk tidak menolong Nek’wan itu. Dengan berbagai pertimbangan yang cukup rumit untuk di ceritakan kembali, saya memutuskan untuk tetap menolongnya. Aku meminta para pekerja taman susteran untuk menaikan Nek’wan itu ke dalam mobil.

“Mau dibuang ke mana pak?” tanya salah seorang dari pekerja taman itu.

“Tolong bantu saya!” pintaku.

Semua mata terbelalak. Seperti terpaksa, para pekerja taman itu membantuku memasukan Nek,wan itu ke dalam mobil.

Namun, entah bagaimana, pikiran saya yang menggugah namun menggugat serta mengganggu dan bingung itu tetap malang-melintang di dalam pikiran saya. Setiap ada kesempatan, dia selalu muncul dalam pertanyaan yang sama, secara berulang-ulang.

“ayolah bro... untuk apa menolong Nek’wan itu, toh gak ada gunanya? Ntar mau kau bawa ke mana dia? Biarrin aja di situ, kan tidak repot kamu toh?”

“Eit... Tungu dulu, aku harus menolong dia.” Bantah saya. Sore itu aku membawanya ke komunitas susteran yang ada di situ.

Sesampai di susteran, aku menghampiri seorang suster tua yang sedang memberi makan anjing-anjing peliharaan mereka di teras susteran itu. Kemudian aku memberitahunya, bahwa aku perlu bantuannya untuk mengobati seorang Nek’wan. Belum menjelaskan secara detil tentang kondisi Nek’wan itu, suster itu menjawab bahwa mereka tidak punya persediaan obat-obatan untuk mengobati Nek,wan itu. kemudian aku disarankan oleh suster itu agar membawanya ke puskesmas terdekat.

Aku kembali ke garasi mobil. Nek,wan itu masih tergeletak di mobil. Aku memandanginya dengan mata memerah. Sesekali air mataku menetes pelan.

Malam itu aku tertegun dan bingung akan aku bawa ke mana Nek,wan itu, Dalam benakku terbesit niat membawanya ke rumah sakit Alverno. Tapi, apakah para suster di sana mau merawatnya, karena aku tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatan dan perawatannya. Aku mencoba menghubungi para suster di rumah sakit itu. Ya Tuhan... hampir setengah jam aku menelpon tetapi hanya jawaban otomatis dari handphone yang terdengar, “Nomor yang sedang anda  hubungi tidak aktif cobalah beberapa saat lagi”.

Malam itu, aku memutuskan membawa Nek’wan ke rumah sakit Alverno. Aku berharap para suster mau menerima dan merawat Nek’wan itu. sepanjang perjalanan aku membayangkan seorang suster menyambut kedatangan kami dengan ramah dan sukacita. Aku membayangkan salah seorang dari mereka menolongku menurunkan Nek’wan itu dari mobil.

Sesampai di rumah sakit, aku mematung lama sambil membuat tanda salib. Aku memohon kepada Tuhan agar suster  yang menagani rumah sakit Alverno memberikan satu kamar dan merawat Nek’wan yang malang itu.

Hatiku lega. Aku tiba di rumah sakit tepat pukul 24.00 WIB. Belum sampat turun dari mobil, seorang suster berdiri tegap di depanku seolah-olah sedang menunggu kedatanganku di rumah sakit itu.

“Thanks to You Lord, because you always with me.” bisikku dalam hati.

“Joko ada apa?” kata suster itu seperti kaget melihat kedatanganku.

“Suster bisa menolong saya?” Tanyaku dengan nada cemas.

“Ada apa nak...?” Tanya suster agak penasaran.

“Aku sedang menolong seorang tua yang sekarat, dan sekarang dia ada di dalam mobil.” Jawabku.

Tanpa bertanya macam-macam, suster itu membantuku menurunkan Nek’wan itu dari mobil. Dan seorang perawat yang lain sedang sibuk menyiapkan segala peralatan medis untuk merawat Nek’wan itu. Setelah diperiksa oleh dokter hasilnya bahwa Nek’wan itu kecil kemungkinan bisa sembuh, karena penyakit yang dideritanya sudah sekarat. 

Suster memintaku mendoakan Nek’wan itu. Kami berdua berdoa bersama. Tak berselang lama kami berdoa, Nek,wan itu menghadap Bapa di Surga dengan damai dan bahagia.

Perjumpaanku dengan Nek’wan menghentak kenyamananku sebagai seorang penikmat dunia. Perjumpaan itu mengingatkanku kembali pada kisah sejati Santo Fransiskus dari Assisi yang rela mengorbankan seluruh hidupnya demi merawat, mendampingi, dan hidup bersama dengan orang-orang papa dan miskin.

Dalam permenunganku aku selalu mempertanyakan panggilanku. Panggilan sebagai seorang remaja penikmat dunia tanpa mempedulikan orang lain, atau memilih menjadi seorang penyalur rahmat dan kasih Allah kepada setiap orang yang terpinggirkan, agar orang-orang papa dan miskin juga dapat merasakan kehadiran dan perhatian Allah terhadap mereka, sehingga mereka tidak merasa sendirian dan ditinggalkan oleh Allah. (Fr. Masseo Clinton OFMCap)

Jl. Pasar Baru – Sinaksak
Kotak Pos 168
Pematangsiantar 21101

Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment