HIDUP DALAM KESABARAN, SIAPA TAKUT?

Berbicara tentang kesabaran tidaklah mudah, karena banyak hal dalam hidup sering tidak sesuai dengan apa diharapkan. Misalnya, kalau kita menunggu seseorang dan orang yang kita tunggu ternyata tidak tepat waktu, kita marah; kalau seorang karyawan memiliki sifat pemalas dan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, maka pemilik perusahaan menjadi jengkel dan marah; sebaliknya kalau terlalu banyak kerja atau banyak masalah, kita juga mudah sensitif dan menjadi marah.

Walaupun dalam prakteknya cukup sulit untuk dilaksanakan, keutamaan kesabaran ini kiranya tetap perlu bicarakan dan diupayakan perwujudannya, sebab kesabaran ini adalah salah satu buah roh (Gal.5:22) yang harus kita wujudkan dan juga kalau kita tidak memiliki keutamaan kesabaran, kita tidak mudah menikmati kegembiraan dalam hidup sehari-hari. Kita menjadi stres.

Tuhan Itu Sabar dan Penuh Kasih Setia

Kalau kita berbicara mengenai kesabaran dalam Kitab Suci, maka Allah adalah sumber segala kesabaran. Tentang kesabaran Allah dalam PL, misalnya, dapat kita lihat dalam Bil. 14:1-38. Di sana ketika umat Israel hendak memasuki tanah Kanaan, mereka takut sebab dari para pengintai yang memasuki tanah itu mereka tahu, bahwa orang Kanaan itu bangsa yang kuat dan perawakannya tinggi-tinggi. Menghadapi orang Kanaan mereka takut, mereka mengeluh, “Mengapakah Tuhan membawa kami ke negeri ini, supaya kami tewas oleh pedang?” Mendengar sungut-sungut itu umat Israel itu, Tuhan mengkritik ketidakpercayaan mereka dan hendak memusnahkan mereka. Tetapi Musa memohon belas kasih Tuhan, agar bangsa Israel yang keras kepala dan tegar hati itu jangan dimusnahkan dan ia berkata kepada Tuhan, “Jadi sekarang, biarlah  kiranya kekuatan TUHAN itu nyata kebesarannya, seperti yang Kaufirmankan: TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah” (Bil.14:18). Mendengar permohonan Musa, hamba-Nya itu, Tuhan akhirnya mengampuni dosa-dosa Israel, umat-Nya.

Tentang kesabaran Allah dalam PB dapat kita lihat dalam  cerita perumpamaan lalang di antara gandum (Mat. 13:24-30) dan dalam penderitaan Yesus di taman Getsemani (Mat. 26:36-46). Dalam kisah lalang di antara gandum kita melihat bahwa hamba-hamba tuan yang mempunyai ladang mempunyai karakter tidak sabar. Ia memohon untuk mencabut lalang yang tumbuh di antara gandum itu. Tetapi tuan yang empunya ladang tidak mengizinkan, sebab ia khawatir bahwa ada gandum yang ikut tercabut, ketika lalang itu dicabut. Lalang baru akan jadi dicabut ketika saat menuai tiba, di mana lalang akan dikumpulkan untuk dibakar dan gandum akan dikumpulkan untuk di simpan di lumbung. Cerita perumpamaan ini mau menyatakan bahwa kejahatan di dunia ini tidak langsung dihukum dengan kedatangan Tuhan Yesus di dunia ini. Hukuman itu ditunda karena Allah masih bersabar. Ia masih memberi kesempatan manusia yang jahat untuk bertobat. Tetapi pada akhir jaman, Allah tidak akan menunda hukuman-Nya lagi. Yang jahat akan dihukum, tetapi yang baik akan dimuliakan-Nya di surga bersama Dia.

Di taman Getsemani kesabaran Yesus sungguh nampak. Ketika Ia tahu bahwa saat kesengsaraan dan kematian-Nya di salib semakin mendekat, Ia merasa sangat sedih dan gentar. Karenanya Ia mengajak para murid untuk menemani-Nya berdoa, untuk menimba kekuatan dan penghiburan yang berasal dari Allah Bapa-Nya. Tetapi sikap para murid justru menambah kesedihan-Nya, sebab mereka karena alasan kerapuhan manusia, jatuh tertidur. Mereka tidak sanggup berjaga-jaga, walaupun hanya satu jam saja. Dalam kesedihan dan kegentaran-Nya, Yesus berjuang dan bergulat dalam doa, untuk menimba kekuatan dari Bapa-Nya. Dan sungguh luar biasa, Yesus tidak lari dari kenyataan pahit yang harus ditanggung-Nya. Ia memilih kehendak Bapalah yang terjadi. Maka ketika Ia selesai berdoa yang ketiga kalinya, Ia bangun, Ia siap menyongsong dengan penuh kesadaran penderitaan dan kematian yang akan menjemput-Nya, tetapi yang akan membawa keselamatan bagi manusia.

Keutamaan Kesabaran dalam Hidup St. Fransiskus

Para penulis biografi menyatakan, bahwa St. Fransiskus di dalam hidupnya dikaruniai keutamaan kesabaran dalam segala-galanya dengan amat ajaibnya, sehingga tiada kejadian, kesulitan ataupun kemalangan, penghinaan atau kesesakan satu pun mematahkan atau merisaukannya. Berikut ini ada tiga kisah yang menceritakan kesabaran St. Fransiskus.

Pada awal pertobatannya, St. Fransiskus diuji kesabarannya. Ketika teman-temannya tahu, bahwa Fransiskus, Si raja pesta hidupnya sudah berubah mau mengikuti Yesus yang miskin, maka teman-temannya mencerca dia dan menyoraki dia sebagai orang yang kurang waras dan edan. Mereka melempari dia dengan lumpur dan batu. Bahkan ayahnya, Pietro Bernardone yang tahu bahwa anaknya menjadi buah bibir penduduk kota, ketika mendapati Fransiskus, ia menyeret ke rumah, menyekapnya ke dalam tempat yang gelap. Di sana ia dimarahinya habis-habisan dengan kata-kata yang menyakitkan. Dan bukan hanya itu, ia dicambuk dan akhirnya dibelenggu. Mengalami semuanya itu Fransiskus tetap sabar, karena ia merasa bahwa dipanggil untuk bersuka cita di dalam duka derita. Dan supaya penderitaan yang dialaminya tidak terlampau berat, Yesus menunjukkan kepada Fransiskus, bahwa derita yang ditanggung-Nya di kayu salib jauh lebih berat lagi.

Suatu hari, ketika St. Fransiskus dan saudara-saudaranya tinggal di suatu tempat yang disebut Rivo Torto, di dekat kota Assisi. Di sana ia tinggal di sebuah gubuk, yang telah ditinggalkan penghuninya. Dalam gubuk itu Fransiskus dan saudara-saudaranya menghayati kemiskinan dalam doa dan kerja. Kalau suatu saat tiada roti untuk dimakan, maka mereka harus puas dengan umbi-umbian, yang mereka minta dari sana-sini di dataran Assisi dalam kesukaran mereka. Namun menghadapi semuanya itu, Fransiskus dan saudara-saudaranya tidak berkeluh kesah dan menggerutu. Dengan penuh suka cita mereka memelihara kesabaran.

Ketika Fransiskus menderita sakit mata dua tahun lamanya, ia menanggung penyakitnya dengan penuh kesabaran dan kerendahan hati. Dunia kedokteran pada zaman Fransiskus belumlah maju seperti pada zaman sekarang. Karena itu kita bisa membayangkan betapa sakitnya Fransiskus, ketika ia harus menjalani operasi untuk penyembuhan penyakitnya. Mengenai hal ini Celano bercerita. Kepala Fransiskus telah dibakar pada beberapa tempat. Pembuluh darahnya telah ditoreh, perekat telah ditambalkan dan salep telah dioleskannya, namun tidak ada kemajuan sedikit pun, malah keadaannya semakin buruk. Namun semua pengalaman sakit ini, Fransiskus tanggung dengan penuh kesabaran dan kerendahan hati.

Dari tiga kisah yang diceritakan di atas, nampaklah bahwa kepada Fransiskus, Allah telah memberikan karunia kesabaran kepadanya.

Mewujudkan Keutamaan Kesabaran dalam Hidup

Baik dalam Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru maupun teladan St. Fransiskus, kita telah dibimbing untuk memiliki keutamaan kesabaran. Yang menjadi pertanyaan kita, bagaimanakah kita juga dapat menghayati keutamaan kesabaran itu dalam keseharian kita?

Pertama, belajar dari Yesus kita diajak untuk berjaga-jaga dan berdoa. Berjaga-jaga dan berdoa ini amat penting bagi kita, karena dari sanalah kita menemukan daya kekuatan Allah untuk menanggung segala sesuatu dengan sabar dan kerendahan hati.

Kedua, seperti St. Fransiskus kita harus belajar menanggung penderitaan apapun, sebagai usaha untuk mewujudkan cinta kita akan Injil Kristus yang telah menderita dan wafat untuk kita.

Kalau kita memiliki karunia kesabaran, apakah itu berarti kita diam saja kalau melihat ketidakadilan? Apakah dengan memiliki karunia kesabaran, kita tidak boleh marah, jika kita melihat sesuatu yang bertentangan dengan hak asasi manusia? Berhadapan dengan ketidakadilan, kebenaran, kejujuran dan kasih yang dilanggar, kita boleh marah, tetapi kemarahan itu harus bersifat ira sancta, kemarahan yang suci. Kemarahan yang suci ini artinya adalah kemarahan yang dibuat oleh seseorang sebagai cara terakhir, dengan tujuan agar orang lain dapat bertobat dan memperbaharui diri. Misalnya saja kemarahan yang dibuat oleh Yesus ketika Ia mengusir para pedagang dari Bait Allah (Luk. 19:45). Bagaimana kemarahan yang suci ini bisa diterapkan dalam hidup? Yaitu dengan memperhatikan Mat. 18:15-20. Di sana kita bisa melihat, bagaimana kita seharusnya mengingatkan seseorang, jika ia berbuat dosa (correctio fraterna), ia harus ditegor di bawah empat mata; jika ia tidak mau bertobat, bawa satu atau dua orang lagi sebagai saksi mata; jika ia tidak mau bertobat lagi, sampaikanlah soalnya kepada jemaat; jika ia tetap tidak mau mendengarkan, maka anggaplah sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.

Marilah kita berusaha memperoleh karunia keutamaan kesabaran, agar dengannya kita bertobat dari segala yang jahat dan agar segala penderitaan, kemalangan atau penghinaan yang kita alami tidak dapat merebut suka cita kita di dalam kasih Tuhan. Semoga. (F. Cahyo W.)

Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment