TUHAN TIDAK MEMANDANG HINA ORANG YANG DIPILIHNYA


Pernyataan kalimat di atas hadir lewat suatu mimpi. Setelah direnungkan kata-kata ini sungguh memiliki makna yang mendalam dan dapat dibuktikan dalam kehidupan yang nyata sebagai langkah awal untuk mencapai kepercayaan yang tinggi kepada Tuhan. Menurut refleksi saya, ada tiga konsekuensi dari pernyataan “Tuhan tidak memandang hina orang yang dipilih-Nya: 1. Manusia tidaklah punya hak menghina dan menghakimi sesama. 2. Tuhanlah kunci utama yang menentukan kalau orang itu dipilih-Nya. 3. Bahwa pernyataan di atas memang pernah terbukti dan terjadi nyata di dalam kehidupan sejarah orang yang dipilih Tuhan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita hendaknya mengandalkan Tuhan dan dalam berelasi dengan sesama hendaknya Tuhan kita pakai sebagai acuan. Kalau ini yang terjadi, maka kita akan menjadi pengikut Yesus Kristus yang benar dan sungguh hanya untuk memuliakan nama Allah Yang Agung. Bahwa “Tuhan tidak memandang hina orang yang dipilih-Nya”, kita dapat mempelajarinya dari teladan orang-orang kudus.

Santo Petrus. Ia pada mulanya adalah seorang nelayan dan sebagai nelayan tentulah ia bukan termasuk orang yang terpelajar seperti pada umumnya dan kurang paham akan Taurat pada khususnya. Tetapi hal itu ternyata bukanlah alasan Yesus untuk tidak memilihnya. Yesus justru memilih ia sebagai murid pilihan-Nya (bdk. Luk. 5:8-10). Ketika Petrus memohon, agar Yesus mau meninggalkannya karena ia adalah orang berdosa, Yesus malah mengajaknya untuk menjadi murid-Nya, untuk menjadi penjala manusia. Ketika Petrus mengikuti Yesus, seluruh hidupnya ia abdikan hanya untuk Yesus. Ada bersama Yesus. Memang dalam mengikuti Yesus, Petrus tidak selalu berhasil. Mengikuti Yesus dan tuntutan-tuntutan-Nya ternyata tidaklah mudah. Namun demikian ketika Petrus menyangkal Yesus sampai tiga kali ketika Ia hendak disalibkan, ia pada akhirnya menyesal dan memperbaiki kesalahannya. Ia akhirnya percaya, bahwa Yesus benar-benar bangkit. Ia oleh Allah Bapa-Nya, telah dijadikan Tuhan dan Juru Selamat bagi semua manusia. Hal ini dapat kita ketahui dari kesaksian para rasul itu sendiri, yang tertulis dalam kitab suci, di mana umat Gereja didirikan atas dasar iman Santo Petrus.

Santo Paulus. Ia adalah seorang yang terpelajar dalam hal hukum Taurat. Sebagai murid Gamaliel dan dengan pengaruh kebiasaan hidup dalam lingkungan kaum Farisi, Paulus menjadi seorang Farisi yang fanatik. Merasa tidak senang dengan para pengikut Yesus, Paulus menganiaya, menangkap dan memenjarakan para pengikut Yesus pada zamannya. Tetapi ketika ia bermaksud menangkap dan menganiaya pengikut Yesus yang berada di Damsyik. Dalam perjalanannya, ia “ditangkap” Kristus dengan cahaya-Nya yang sangat menyilaukan, sehingga ia terjatuh dari kudanya ke tanah dan ia menjadi buta. Paulus akhirnya menjadi sembuh dari kebutaannya dengan perantaraan Ananias, seorang murid Yesus dan tenaganya pun pulih kembali. Dengan pengalaman ini Paulus akhirnya menjadi pewarta Injil yang ulung, berani yang banyak membawa banyak orang Yahudi untuk percaya kepada Yesus. Pertobatan Paulus sungguh-sungguh dilihat sebagai anugerah kerahiman Tuhan.

Santo Fransiskus dari Asissi. Menurut buku Fioretti dan Kisah Ketiga Sahabat, Fransiskus pada waktu mudanya adalah seorang pemuda yang suka berfoya-foya dengan teman-temannya, karena orang tuanya adalah orang yang cukup berada. Seorang pedagang yang sukses. Namun kebiasaannya itu tidak selamanya menjadi gaya hidupnya. Ketika Tuhan menegurnya melalui suara hatinya karena ia kurang memperhatikan seorang pengemis yang meminta kepadanya atas nama Tuhan, Fransiskus menyesal. Ia kemudian berjanji pada dirinya sendiri, bahwa kalau nanti ada seorang pengemis yang meminta kepadanya, maka pengemis itu tidak boleh pulang dengan tangan kosong.

Fransiskus kemudian meninggalkan cara hidupnya yang lama dan dalam perjalanan waktu akhirnya semakin dekat dengan orang miskin. Ia giat melayani dan memperhatikan mereka yang terisolir dari kehidupan masyarakatnya waktu itu. Ia bahkan memilih menjadi seorang pengemis yang amat miskin dan berjuang untuk hidup taat kepada Injil Suci dan Gereja Katolik yang kudus. Dalam suka dan duka, ia berusaha menghayati panggilannya dengan baik. Berkat kegigihan dan cintanya yang murni akan Allah Bapa, yang nyata di dalam diri Yesus yang tersalib dan juga seluruh makhluk ciptaan-Nya, Fransiskus menjelang akhir hidupnya mendapatkan stigmata, yaitu kelima luka Yesus di kayu salib, yang diterakan dalam tubuhnya. Berkat contoh dan teladan dari St. Fransiskus ini, banyak orang berusaha mencintai Allah dengan hidup seturut Injil, hidup dalam ketaatan, tanpa milik dan dalam kemurnian dan mencintai orang-orang miskin.

Semoga dengan pernyataan kata-kata yang hadir lewat mimpi, yakni “Tuhan tidak memandang hina orang yang dipilih-Nya” dan diteguhkan dalam panggilan dan cara hidup tiga orang kudus, dapat memotivasi diri kita untuk setia kepada Allah dan kehendak-Nya yang nyata dalam diri Kristus, Putra-Nya.(Fr.Ignazio OFMCap).

Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment