SANTO LAURENSIUS DARI BRINDISI [1559-1619] IMAM DAN PUJANGGA GEREJA

Laurensius lahir 22 Juli 1559 di Brindisi (kerajaan Napoli) dan meninggal dunia tepat 60 tahun kemudian, pada hari ulang tahunnya yang ke-60 di 1619. Orang tuanya, Guglielmo de Rossi (Gulielmo Russi, menurut seorang penulis kontemporer) dan Elisabetta Masella, memberikan nama Julius Caesar kepadanya, Caesare dalam bahasa Italia. Setelah kematian muda kedua orang tuanya, dia dididik oleh pamannya di Kolese Santo Markus di Venezia.

Ketika baru berumur 16 tahun, dia masuk biara Kapusin di Verona. Di biara inilah nama Laurensius diberikan kepadanya. Sejak awal Laurensius sudah menunjukkan dirinya sebagai sebuah model kesempurnaan. Ia selalu tepat-waktu pada setiap acara komunitas biara, sempurna dalam ketertundukan kepada para atasan dan penuh rasa hormat dan kasih sayang terhadap para saudaranya. Ketika masa novisiatnya berakhir, dia melanjutkan studinya. Laurensius sangat berhasil dalam studi filsafat dan teologi di Universitas Padua. Di sinilah juga dia digembleng dalam hal penguasaan beberapa bahasa asing agar siap untuk digunakan dalam khotbah-khotbahnya.

Di samping bahasa Italia sebagai bahasa ibunya, dia memiliki kemampuan untuk membaca dan berbicara lancar dalam bahasa-bahasa Latin, Ibrani, Yunani, Jerman, Bohemia, Spanyol dan Prancis. Meskipun begitu, Laurensius tetap bersikap rendah hati. Dia mengatakan, bahwa suksesnya bukanlah karena talenta-talenta yang dimiliknya, melainkan karena bantuan istimewa yang diterimanya dari Maria,takhta kebijaksanaan, yang dihormati serta dimuliakan dalam devosinya yang penuh kelembutan. Frater Laurensius ditahbiskan sebagai seorang imam ketika dia berumur 23 tahun. Kefasihannya dalam sejumlah bahasa memampukan Laurensius untuk mempelajari Alkitab dalam teks-teks aslinya. Santo Laurensius banyak memberikan sumbangan kepada Gereja dan negara pada awal abad ke-17.

Menjadi Misionaris Kristus

Laurensius mengawali kehidupannya sebagai seorang misionaris dengan ‘modal’ yang cukup. Mula-mula dia mengunjungi berbagai kota di Italia: Venezia, Pavia, Verona, Padua, dan Napoli. Di tempat - tempat tersebut karya misioner  Laurensius diberkati dengan buah-buah melimpah. Lalu dia dipanggil ke Roma untuk menghadap Paus Klemens VIII (1592-1605) dan kepadanya diberikan tugas untuk ‘mempertobatkan’ orang-orang Yahudi. Dengan demikian Laurensius banyak menggunakan waktunya untuk berkhotbah kepada orang-orang Yahudi di Italia. Begitu sempurna pengetahuannya tentang bahasa Ibrani, sehingga para rabi Yahudi merasa yakin bahwa Laurensius sejatinya adalah seorang Yahudi yang telah menjadi Kristiani. Kemahirannya dalam berbahasa Ibrani menyebabkan para rabi Yahudi menaruh hormat kepada  Laurensius dan tutur-katanya, sikap serta perilakunya yang lemah lembut menyebabkan banyak anggota komunitas-komunitas Yahudi di Italia dibaptis menjadi pengikut Kristus.

Pada tahun 1598 Laurensius dikirim ke Jerman bersama dengan sebelas orang saudara, untuk mendirikan biara Kapusin dan untuk mengimbangi berbagai dampak dari  ‘reformasi’ Martin Luther yang pada waktu itu sudah menancapkan kaki di Austria

Kaisar Rudolf II mempercayakan kepadanya tugas pengorganisasian ‘perang salib’ melawan orang-orang Turki, yang sungguh merupakan ancaman terhadap Kekristenan. Dengan demikian  Laurensius yang mencintai keheningan, sekarang diharuskan mengunjungi kota-kota utama di Jerman, untuk bernegosiasi dengan para pangeran dan berkhotbah kepada rakyat banyak. Karena hikmat-kebijaksanaan dan kekudusan pribadinya, yang diperkenankan oleh Allah Yang Mahakuasa untuk dimanifestasikan dalam cara-cara yang  mengherankan, maka usaha  Laurensius terbukti berhasil.

Selagi dia merayakan Misa Kudus sebagai imam selebran di Munich dalam kapel milik adipati Bavaria, Tuhan kita muncul dalam rupa seorang anak kecil yang terang-benderang penuh gemerlapan, yang penuh kasih memeluk orang kudus ini. Seringkali waktu merayakan Misa dia begitu tersentuh sehingga menangis dengan berlinangan air mata. Kain linen di altar yang telah dibasahi oleh air matanya dipakai untuk menyembuhkan orang-orang sakit, seperti yang terjadi dengan Santo Paulus dahulu kala.

Kemudian  Laurensius diangkat menjadi Ketua dari para pendamping rohani di pasukan bala tentara Adipati Agung Matthias, yang pergi ke Hungaria pada tahun 1601 untuk berperang melawan orang-orang Turki. Walaupun tidak lagi dalam keadaan sehat-sempurna (karena rematik),  Laurensius menunggangi kudanya dengan salib Kristus di tangan dan berada di barisan terdepan untuk memimpin pasukan menuju medan tempur. Dari sudut strategi dan taktik militer, posisi lawan jauh lebih menguntungkan dan jumlah mereka juga jauh lebih banyak. Namun dalam nama ‘Allah Bala Tentara’, Laurensius menjanjikan kemenangan bagi orang-orang Kristen dan menginspirasikan mereka semua dengan keberanian. Memang, akhirnya pihak lawan dikalahkan secara total dan lengkap (12 Oktober 1601).

Sekarang  Laurensius mau kembali ke Italia di mana dia berharap dapat kembali melayani Allah dalam keheningan. Namun kapitel jenderal Ordo Kapusin memilih dia menjadi Vikaris Jenderal. Demi ketaatan yang suci, Laurensius menerima tugas yang berat ini. Dalam posisi yang tinggi dalam Ordo ini, lagi-lagi Laurensius membuktikan dirinya sebagai seorang gembala yang penuh kasih namun penuh kewaspadaan, bagi saudara-saudaranya.

Akhir Peziarahan

Laurensius memiliki ciri pribadi yang barangkali jarang dimiliki oleh para cendekiawan penuh bakat, yaitu kepekaannya akan kebutuhan-kebutuhan orang lain. Ia dipilih menjadi superior dalam Ordo Kapusin di Provinsi Tuscany ketika dia baru berumur 31 tahun. Ia memiliki kombinasi kecemerlangan, bela rasa manusiawi dan keterampilan administratif yang dibutuhkan guna mengemban tugas-tugasnya. Pada tahun 1602,  Laurensius diangkat menjadi minister jenderal untuk seluruh Ordo.

Ketika tugasnya selesai, Sri Paus mengirimkan dia kembali ke Jerman, kali ini sebagai seorang duta perdamaian; untuk tercapainya rekonsiliasi antara Adipati Agung Matthias dengan saudara laki-lakinya, yaitu Kaisar. Lagi-lagi Laurensius berhasil menuntaskan misinya yang sulit ini.

Tugas sebagai duta perdamaian ini dilanjutkan ke negeri-negeri lainnya. Kemudian dia kembali ke kerajaan Napoli, kampung halamannya. Pada waktu itu Kerajaan Napoli berada di bawah pemerintahan Raja Filipus III dari Spanyol dan dipimpin oleh seorang raja muda yang dengan kejamnya menindas rakyat. Satu-satunya harapan rakyat adalah penyampaian keluhan-keluhan mereka kepada raja melalui  Laurensius. Ia bersimpati dengan rakyat Napoli dan berangkat ke Spanyol. Sayangnya raja sedang berada di Portugal.  Laurensius melanjutkan perjalanannya ke Lisabon, Portugal dan melaporkan semuanya kepada sang raja dan akhirnya si raja muda di Kerajaan Napoli itu pun dipecat. Di Lisabon ini  Laurensius jatuh sakit parah. Ia mengetahui  bahwa akhir dari perjalanan ziarahnya di dunia ini sudah mendekat. Dia memberitahukan hal ini kepada pada saudaranya. Setelah menerima sakramen-sakramen yang diperlukan,  Laurensius jatuh ke dalam ekstase. Dalam ekstase ini dia merasakan rangkulan mesra dari Tuhan Yesus, tepat pada hari Pesta Santa Maria Magdalena, 22 Juli 1619.

Laurensius diangkat menjadi seorang Beato oleh Paus Pius VI [1775-1799] pada 1783. Kemudian Paus Leo XIII [1878-1903] mengangkatnya menjadi seorang Santo pada 8 Desember 1881. Tahun 1959 Paus Yohanes XXIII menyakan St. Laurentius sebagai Doktor Gereja universal. Pestanya dirayakan pada 6 Juli. (Fr.Benedetto OFMCap)


Share on Share on Google Plus

About Unknown

Kami adalah para saudara Kapusin yang tinggal di Rumah Novisiat Kapusin Pontianak di Poteng, Singkawang. Kami membuat blog ini karena kami ingin berbagi nilai-nilai kemanusiaan, kekatolikan dan juga kefransiskanan kepada semua saja yang berminat atau tertarik untuk mempelajari dan mendalaminya. Harapan kami, tulisan-tulisan yang ada di blog ini dapat berguna untuk menambah wawasan keimanan kita semua.

0 comments:

Post a Comment